Prosa setelah beberapa kali kutulis tentag kita

Selamat pagi, Rindu. Kali tak berbilang aku mengunjungimu dengan ingatan lebih fasih dari sebelumnya. Mengeja kata-kata, menghitung detak dada, juga harap sehangat darah yang mengalir di setiap jengkal nadi, lalu berharap keadaan sama masih pula kau rasa.

Pun, kita tetaplah serupa cerita di tengah padang gersang dengan rumput-rumput di kebumikan terik yang selalu datang lebih pagi dari embun.
Memasung segala ruh, riuh, gaduh mengaduh dilahap tatap dari mata keadaan yang ingkar, namun ia masih jua menunggu di selasar teduh tanpa hingar-bingar yang menamai dirinya luka.

Lalu, yang kepada cinta, aku memilih singgah dan menetap di jantungmu sedamai mungkin. Mengubur bilur, melabur lebam dengan warna secerah bulan, melukis rasa sedemikian nian. Engkau, Tuan. Pahamilah jika kelak kita tak searah dalam menyematkan mimpi-mimpi tanggal terpenggal keadaan.

: bahwa seperti inilah perjalanan yang tetap saja, Tuhan pemilik segala ketentuan.

Jangan sekali kulihat matamu berkabung, tidak pula kuinginkan perpisahan meski jantung telah limbung ditikam nyinyir yang datang dari medan hitam, sebelummu. Tidak, Tuan! Ini tentang sketsa yang gagal kita usaikan menjadi lukisan sempurna, juga seperti harap yang bagiku nyaris sia-sia.
Namun tidak demikian jika, Tuhan berkehendak bukan?

Jangan punah. Aku masih di sini bersamamu, bersama detak yang kau tanam ketika rindu terucap dan kita hanya mampu diam tanpa kata sepatah yang pantas di ungkapkan.
Mendengar masing-masing nafas yang seolah sendat dari alurnya, lalu kutanyakan kepadamu, “adakah kita akan diam saja?”
Kemudian kita tertawa, seperti itu. Selalunya begitu,

: dan … itu kita.

Kiara
08 juni 2016.

Terima kasi sudah menyimak/membaca prosa setelah beberapa kali kutulis tentag kita. Baca juga prosa – prosa yang lain atau puisi puisi yang ada di blog ini. semoga menghibur dan bermanfaat. Sampai jumpa di artikel selanjutnya. Tetap di blog puisi dan kata bijak menyimak/membaca puisi yang kami update. Terima kasih sudah berkunjung.