Prosa sunyi yang kesekian | Puisi Dan Kata Bijak

Kali kelima senja tumpah ditimbang bimbang keadaan, aku masih terus belajar mendᥱwasakan senyum yang pernah, kau pinta, Ar. Lalu menyaksikan sunyi tercipta sempurna dan mulai menganggap ia hal biasa dalam rumah yang tak lagi terjamah oleh sekedar sapa.
Kenap yang berdebu, puisi yang bisu, Juga carut-marut nuansa tak sepadan, barangkali ia hanya sebuah kepergian yang sesaat.

Atau kita terlalu enggan menjamah tiap kenangan pada sudutnya yang runcing? Kelewat cemas pada miris dada yang terlanjur biru dibekukan kenyataan pilu hingga masing-masing ruang telah menutup ceritanya sedemikian rupa. Lalu memilih pulang lebih awal dari rencana yang kita catatkan.
Saling meninggalkan punggung beserta doa-doa kabung dari sepasang mata yang luka.

Barangkali, Ar. Segalanya mesti kita pahami, kita cermati sebelum langkah kaki memilih kembali dan menyambung potongan-potongan puisi yang putus akibat salah rumus. Dan bahwa memang rumah juga kita tidak akan pernah bisa baik-baik saja.

Atau engkau memiliki sebab dari sekian sembab yang didiamkan?

Ar, aku akan menghidupkan kembali dupa di ruang kerjamu, menyiapkan segelas susu dan seperangkat alat tulis sebagai teman jika sewaktu-waktu kau pulang.
Tulislah apa saja di sana sebagai pengingat juga pesan untukku jika nanti aku datang.
Selebihnya, tetap baiklah engkau dalam runtut doa dan suasana.

Kiara
07 juni 2016.

Demikianlah prosa sunyi yang kesekian dari kiara. baca juga prosa yang lain yang ada di blog ini, semoga menghibur dan bermanfaat. Sampai jumpa di artikel selanjutnya. Tetap di blog puisi dan kata bijak menyimak/membaca puisi yang kami update. Terima kasih sudah berkunjung.