Puisi nenek moyangku seorang pelaut

Puisi dan kata bijak, Puisi nenek moyangku seorang pelaut. Benarkah Nenek moyang kita seolah pelaut tangguh, Bukti sejarah memapaskan bahwa kerajaan- kerajaan besar Indonesia sudah mampu berkelana mengarungi samudera untuk berinteraksi dengan bangsa lain.di jaman dahulu, terbukti dengan kapl tradisonal seperti pinisi, perahu jakung, perahu lancang juning, dan lain sebagainya.

Nenek moyangku seorang pelaut, dari buku- buku sejarah baik pelajaran maupun tulisan ilmiah, tidak akan terdapat keraguan bahwa nenek moyang kita sejak jaman kerajaan Sriwijaya hingga Majapahit adalah pelaut- pelaut yang tangguh. Seperti pelaut Bugis reputasinya sebagai orang laut mampu mengarungi samudra. hingga ke Afrika, terbukti di dalah satu bagian di Afrika terdapat suku berdiam beberapa ratus tahun yang lalu.

Mungkin begitulah sekilas tentang Nenek moyangku seorang pelaut. salah satu judul puisi di kesempatan ini. adapun masing  masing judul puisinya antara lain.

  1. Sajak muntab
  2. Puisi Nenek moyangku seorang pelaut

Salah satu penggalan baitnya. “Seluit camar yang b1nal kala fajar Bahkan gulita malam bukan halangan untuk menjemput harapan Pedang yang tersarung di pinggang bertakhtakan emas”. Selengkapnya dari bait ini, disimak saja puisinya berikut ini.

Sajak muntab
Karya: Satria panji elfalah

Adakah harapan yang tersisa walau hanya perca di tanah air ini?
Tanah air kelahiran beta yang katanya negeri kaya raya ..
Saking melimpahnya, tikus-tikus pun seliweran di antara rumpun beton ..
Gayanya pongah dengan dasi dan jas yang tak murah ..

Menelisik menyambut musim yang datang dan pergi ..
Kanak-kanak malnutrisi berpeluh di atas dipan reyot beratapkan rumbia ..
Melarat di antara bejana-bejana emas!
Aih, masih saja ada para petinggi yang berak di atas pangkuan ibu pertiwi ..
Bencana silih berganti memperk0sa pusaka abadi nan jaya ..

Mungkinkah alam mulai jengah menggʌmbarkan pesonanya pada manusia yang serakah?
Rimbunnya paru-paru bumi kini menjadi berhektar-hektar pohon minyak goreng!
Ketika ada sepetak tanah kosong tak bertuan, malah dijadikan makam palsu!

Bah, anak orang utan pun tahu rumah mereka perlahan binasa ..
Luar biasa!
Mesin-mesin bor raksasa tengah berc!nta dengan tanah irian jaya tanpa henti ..
Milik siapa mesin-mesin bor raksasa itu? Bukan milik kita!

Hancur tanah airku, berserakan berhamburan bak jeroan binʌtang ..
Lihat saja, tanah ibukota jakarta perlahan tertunduk pada agungnya permukaan laut ..
Perlahan tapi pasti, ia akan tenggelam bak atlantis di bawah khatulistiwa ..

Masih betah?
Masih nyaman?
Dengan semua yang tiap detik rusak ..
Dengan semua yang tiap jengkal binasa ..

Wahai kawan sejawat ..
Sekecil apapun usaha kita, pasti akan meninggalkan nila di antara air tajin raskin ..
Walau hanya lewat sajak muntab penuh luka ini ..
Aku mengajakmu untuk membuat jarimu keram demi menggerakkan hati para penerus perjuangan bangsa ..

Serang, 17 november 2016.

Nenek Moyangku Seorang Pelaut
Karya: Satria Panji Elfalah

Haluan berkecamuk di atas deburan ombak lautan ..
Layar terbentang menantang cakrawala di ujung bahtera ..
Lautan bak taman bermain baginya ..
Berbuih kesana kemari mencari butiran kuarsa candra di muka ..

Di dalam palka tersimpan harapan untuk menjumpai tanah pertiwi ..
Gelombang menghempas lambung namun bahtera tiada bergeming ..
Hening kala langit tiada bermega ..
Keroncongan kala angkasa memuntahkan hujan dan petirnya yang iseng mencium-cium permukaan bumi ..

Ia tak asing dengan seluit camar yang b1nal kala fajar ..
Bahkan gulita malam bukan halangan untuk menjemput harapan ..
Pedang yang tersarung di pinggang bertakhtakan emas ..
Bahteranya adalah simbol adidaya miliknya ..

Berkeliaran dalam kemerosok angin senja beratapkan lembayung jingga ..
Layar terlipat dan sauh menggagahi lautan Hitam ..
Asap putih cangklongnya merayu untaian mega jingga ..
Bersama ringkikan ombak yang menggerayangi badan bahtera ..

Ia adalah nenek moyangku ..
Seorang pencumbu tujuh lautan ..
Pencari keabadian untuk disimpan di atas nampan pualam yang tersaji bersama megahnya Zamrud Khatulistiwa ..
Maritim adalah nafasnya, lautan adalah darahnya ..

Serang, 17 November 2016.
——–

Demikianlah puisi nenek moyangku seorang pelaut. Simak/baca juga puisi puisi yang lain di blog ini. Semoga puisi di atas menghibur dan bermanfaat. Sampai jumpa di artikel puisi selanjutnya. Tetap di blog puisi dan kata bijak menyimak/membaca puisi puisi yang kami update. Terima kasih sudah berkunjung.